BAB 2 Tinjauan Pustaka Skripsi Conveyor Kapasitas 32 ton/jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Conveyor
2.1.1. Pengertian Conveyor
Conveyor
merupakan
salah satu jenis alat pengangkut yang berfungsi untuk mengangkut material
secara horizontal atau vertical dan digerakkan oleh motor penggerak atau
gravitasi. (Contitech, 1994) Pemilihan alat transportasi (conveying equipment) harus disesuaikan dengan:
1. Kapasitas
material yang ditangani.
2. Jarak
perpindahan material.
3. Kondisi
pengangkutan: horizontal, vertikal atau inklinasi.
4. Ukuran
(size), bentuk (shape), dan sifat material (properties).
Selain
itu pemilihan conveyor harus
disesuaikan dengan pendanaan yang ada. Kurang tepatnya pemilihan alat
transportasi untuk pemindah bahan dapat menghambat kelancaran proses produksi.
Secara umum alat transportasi pengangkut material ditentukan oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1.
Faktor ekonomis yang termasuk dari biaya
perancangan alat transportasi, biaya operasi serta biaya perawatan.
2.
Kondisi lahan yang mencakup luas dan
kontur tanah, letak alat transportasi dan alur proses produksi.
3.
Karakteristik beban muatan yang mencakup
beban curah material yang terdiri dari jenis dengan ukuran yang relatif kecil,
beban unit yang merupakan jenis dan berat beban yang tidak seragam, massa jenis
beban, mobilitas muatan, sifat khusus beban/material seperti mudah sobek,
pecah, mudah terbakar, dan lain-lain.
2.2. Karakteristik Bahan
Bahan yang diangkut mempunyai jenis
karakteristik yang berbeda, sebagian diantaranya berbentuk halus ada yang
berbentuk kasar, dan lain sebagainya. Bentuk luar dari bahan tersebut memiliki
pengaruh besar dalam tahap pendesainan conveyor.
Bermacam karakteristik, sifat fisik, dan sifat mekanik dari muatan merupakan
faktor penting untuk menentukan tipe dan pemakaian dari conveyor yang akan digunakan. Beban muatan dibagi menjadi:
1.
Muatan satuan (Unit Load): Termasuk bahan-bahan potongan seperti komponen mesin, peti
khusus, dll.
2.
Muatan curah (Bulk Load): Termasuk bermacam-macam barang timbunan (Bulk), seperti bahan galian, batuan,
tepung semen, dll.
2.2.1. Bentonit
Bentonit dalam ilmu mineralogi
tergolong ke dalam kelompok besar tanah lempung. Bentonit terbentuk dari
transformasi hidrotermal abu vulkanik, yang mayoritas komponennya tergolong ke
dalam kelas mineral smektik (struktur
lembaran), yaitu montmorillonit. Smektit
adalah mineral yang terdiri dari tiga lapis struktur aluminium silikat hidrat,
yaitu dua lembar silika tetrahedral dan satu lembar alumina oktahedral. Pada
pengecoran logam bentonit digunakan sebagai pengikat, sebab bentonit mempunyai
daya ikat yang baik dan tahan terhadap temperatur tinggi. Daya tahan bentonit
juga cukup tinggi. Bentonit mempunyai massa jenis 593 kg/m3.
2.3. Bagian-bagian Belt Conveyor
2.3.1.
Frame
Frame
berfungsi untuk tumpuan dari belt
conveyor, head frame, dan tail frame serta mengarahkan aliran
muatannya. Rangka ini terdiri dari batang profil vertical, horizontal, dan
dirangkai dengan menggunakan las maupun baut pengikat. Untuk menumpu roller idler biasanya dipergunakan
semacam tumpuan yang terbuat dari besi cor dengan bentuk profil L yang dipasang
pada rangka penumpu dengan menggunakan baut.
2.3.2.
Belt
Fungsinya adalah untuk membawa material yang diangkut.
Dapat digunakan untuk mengangkut material baik yang berupa “Unit Load” atau “Bulk Material” secara mendatar ataupun miring. Yang dimaksud dengan
“Unit Load” adalah benda yang
biasanya dapat dihitung jumlahnya satu persatu, misalnya kotak, kantong, balok,
dll. Sedangkan Bulk Material adalah
material yang berupa butir-butir, bubuk atau serbuk, misalnya pasir, semen,
dll.
2.3.2.1.
Perencanaan
Belt (Sabuk)
1. Lebar
Belt
Lebar belt ditentukan berdasarkan kapasitas conveyor dan ukuran material yang dibawa atau sebaliknya. Untuk
lebar belt dipilih adalah pembulatan
terhadap harga terbesar yang terdekat dari lebar standard.
2. Kecepatan
Belt
Kecepatan belt disesuaikan dengan lebar belt dan ukuran bongkah material.
Kecepatan belt yang direkomendasikan
dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.
Kecepatan yang hitung menggunakan rumus:
Dimana:
V = Kecepatan Belt (m/menit)
Keliling
pulley =
Øpulley x π (mm)
Kecepatan
motor = 1375 / Rasio pada Gearbox
(m/menit)
3. Kapasitas
yang dihitung menggunakan rumus:
Dimana:
Q = Kapasitas angkut (tph)
k
= Faktor inklinasi (Tabel 2.3)
A = Cross-sectional
area yang terbentuk pada belt (m)
(Tabel 2.4)
v = Kecepatan belt (m/menit)
4. Tegangan
Belt
Tegangan belt terjadi pada saat belt
bermuatan dan tidak bermuatan. Dihitung menggunakan rumus:
Dimana,
Tx = Tegangan belt
ketika tidak bermuatan (N)
Ty = Tegangan belt
ketika bermuatan (N)
Wb =
Berat belt (kg/m)
Wm = Berat material (kg/m)
C =
Faktor Koreksi
2.3.3.
Ply (Lapisan Penguat pada Belt)
Kekuatan pada belt
tergantung dari lapisan penguat yang dipakai. Pada umumnya ply terbuat dari serat (carccas)
dan sling biasa (stell cord). Tabel
dibawah merupakan jumlah lapisan plies
yang disarankan didalam memilih belt.
2.3.4.
Idler
Belt
pada conveyor membutuhkan penompang
antara head dan tail pulley yang berdekatan. Saat belt bergerak, penompang ini harus berada dalam bentuk roller untuk menghindari belt keluar jalur dari penompangnya.
Pergerakan belt bersama dengan
pergerakan berputarnya roller pada
kecepatan yang sama. Pada dasarnya roller
sangat penting bagi belt conveyor. Roller idler penompang belt tanpa memiliki daya dan berputas
didasari karena pergerakan dari belt.
Fungsi
dari roller idler:
1. Untuk
menompang belt sekaligus bersama
material yang dibawa, tanpa memperlambat pergerakan belt.
2. Untuk
menompang belt pada saat kembali.
3. Untuk
membawa belt dengan bentuk tertentu,
agar mempermudah belt membawa
material yang dibawa.
4. Menyediakan
penompang khusus pada saat belt loading, bertujuan memberikan penempatan
yang tepat bagi material diatas belt
dan dengan resiko kerusakan kecil pada belt
5. Belt
berubah bentuknya dari rata menjadi sesuai dengan bentuk tail pulley, dan berubah lagi menjadi rata di head pulley. Transition
idler yang merubah belt pada
lokasi-lokasi ini dengan peregangan kecil.
6. Idler
dibutuhkan memperbaiki kesejajaran belt,
contohnya idler otomatis menempatkan belt centerline
dengan conveyor centerline.
Idler dibuat
sedemikian rupa sehingga mudah dibongkar pasang. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah perawatan, jika komponen
idler rusak, dapat dilakukan pergantian secara cepat.
2.3.5.
Pulley
Pulley
dipergunakan untuk menumpu sabuk pada ujung-ujung conveyor, pada ujung dimana penggerak diterapkan dipergunakan pulley penggerak, dan ujung-ujung
belakang (tail). Ada beberapa macam
tipe pulley akan tetapi pada dasarnya
kontruksi pulley tersebut sama saja
terkecuali ukurannya yang berbeda yaitu dari silinder baja yang ditumpu pada
poros dan bantalan. Untuk perancangan belt
conveyor dengan kondisi operasi tertentu sebaiknya dipilih tipe pulley yang tepat. Diamater minimum pulley sudah ditentukan dengan tabel 2.5.
Ada 2
jenis pulley yang digunakan, yaitu head pulley dan tail pulley. Head pulley merupakan
pulley penggerak dari sistem belt conveyor (Drive Pulley). Biasanya
head pulley berada didepan dari sistem
belt conveyor yang terhubung langsung
dengan motor penggerak. Tail pulley
merupakan pulley yang terletak
dibagian belakang dari sistem belt
conveyor.
Diameter
minimum dari pulley dapat dicari
dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana:
d =
Diameter minimum pulley (mm)
Mp =
Momen bending (Nmm)
2.3.6.
Belt Cleaner
Berfungsi sebagai pembersih dari permukaan luar pada belt agar permukaan belt tetap bersih dan material yang diangkut tidak menempel pada belt.
2.3.7.
Penggerak
Biasanya dipergunakan motor listrik untuk menggerakan drive pulley. Tenaga (HP) dari motor
harus disesuaikan dengan keperluan, yaitu:
1. Menggerakkan
belt kosong dan mengatasi
gesekan-gesekan antara idler dengan
komponen lain.
2. Menggerakkan
muatan secara mendatar.
3. Mengangkut
muatan secara tegak (vertical).
4. Menggerakkan
tripper dan perlengkapan lain.
5. Memberikan
percepatan pada belt yang bermuatan
bila sewaktu-waktu diperlukan.
2.3.8.
Poros
Poros adalah suatu bagian
stasioner yang berputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang
elemen-elemen seperti roda gigi (gear),
pulley, flywheel, engkol, sprocket, dan elemen pemindah lainnya. Poros
bisa menerima beban lenturan, beban tarikan, beban tekan atau beban puntiran
yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan yang lainnya). Berdasarkan
pembebannanya:
A. Poros
Transmisi (transmisson shafts)
Poros transmisi
lebih dikenal dengan sebutan shafts. Shafts akan mengalami beban puntir
berulang, beban lentur berganti ataupun kedua-duanya. Poros transmisi berfungsi
untuk memindahkan tenaga mekanik salah satu elemen mesin ke elemen mesin yang
lain. Pada shafts, daya dapat
ditransmisikan melalui gear, belt pulley, sprocket, rantai, dll.
B. Gandar
Poros gandar
merupakan poros yang dipasang diantara roda-roda kereta barang atau pada as
truk bagian depan. Poros gandar tidak menerima beban puntir, fungsinya hanya
sebagai penahan beban, dan hanya mendapat beban lentur.
C. Poros
Spindel
Poros spindle
merupakan poros transmisi yang relatip pendek, misalnya pada poos utama mesin
perkakas dimana beban utamanya berupa beban puntiran. Selain beban puntiran,
poros spindle juga menerima beban lentur (axial load). Poros spindle dapat
digunakan secara efektif apabila deformasi yang terjadi pada poros tersebut
kecil.
2.3.8.
Bantalan
Bantalan
merupakan salah satu bagian dari elemen mesin yang memegang peranan cukup
penting karena fungsi dari bantalan yaitu untuk menumpu sebuah poros agar poros
dapat berputar tanpa mengalami gesekan yang berlebihan.
Berdasarkan
gerakan bantalan terhadap poros:
Ø Bantalan
Luncur
Ø Bantalan
Gelinding
2.3.9.
Pasak
Pasak (key) adalah bagian
dari elemen mesin yang digunakan untuk menyambung poros dan roda gigi, puli,
sprocket, cams and lever, dan
sebagainya, juga digunakan untuk menjaga hubungan putaran relatif antara poros
dengan elemen mesin lain.
Pasak yang digunakan adalah pasak benam rata, pasak ini merupakan
pasak memanjang yang paling banyak ditetapkan. Pasak ini diterapkan, baik pada
konstruksi dimana roda harus dapat digeserkan pada poros maupun pada konstruksi
dimana roda harus disambung tetap dengan
poros.
2.4.
Komponen
Pendukung
2.4.1.
Pnuematic
Pnuematic merupakan teori atau pengetahuan tentang udara yang
bergerak, keadaan-keadaan keseimbangan udara dan syarat-syarat keseimbangan.
Perkataan pnuematik berasal dari bahas Yunani “pnuema” yang berarti napas atau
udara. Jadi pnuematik berarti terisi udara atau digerakkan oleh udara mampat.
Pnuematik merupakan cabang teori aliran atau mekanika fluida dan tidak hanya
meliputi penelitian aliran-aliran udara melalui suatu sistem saluran, yang
terdiri atas pipa-pipa, selang-selang, gawai dan sebagainya, tetapi juga aksi
dan penggunaan udara mampat.
Pnuematik
menggunakan hukum aerodinamika, yang menentukan keadaan keseimbangan gas dan
uap (khususnya
udara atmosfir) dengan adanya gaya-gaya luar (aerostatika) dan teori aliran
(aerodinamika). Pneumatik dalam pelaksanaan teknik udara mampat dalam industri merupakan
ilmu pengetahuan dari semua proses mekanik dimana udara memindahkan suatu gaya
atau gerakan. Jadi pneumatik meliputi semua komponen mesin atau peralatan,
dalam mana terjadi proses-proses pneumatik. Dalam bidang kejuruan teknik
pneumatik dalam pengertian yang lebih sempit lagi adalah teknik udara mampat
(udara bertekanan).
Komponen pnuematik beroperasi pada tekanan 8 s.d. 10 bar, tetapi
dalam praktik dianjurkan beroperasi pada tekanan 5 s.d. 6 bar untuk penggunaan
yang ekonomis.
Beberapa bidang aplikasi di industri yang menggunakan media
pnuematik dalam hal penangan material adalah sebagai berikut:
a. Pencekaman
benda kerja
b. Penggeseran
benda kerja
c. Pengaturan
posisi benda kerja
d. Pengaturan
arah benda kerja
Penerapan pnuematik secara umum:
a. Pengemasan
(packaging)
b. Pemakanan
(feeding)
c. Pengukuran
(metering)
d. Pengaturan
buka tutup (door or chute control)
e. Pemindahan
material (transfer of materials)
f.
Pemutaran dan pembalikkan benda kerja (turning and inverting of parts)
g. Pemilahan
bahan (sorting of parts)
h. Penyusunan
benda kerja (stacking of components)
i.
Pencetakkan benda kerja (stamping and embossing of components)
Susunan sistem pnuematik adalah sebagai berikut:
a. Catu
daya (energy supply)
b. Elemen
masukan (sensors)
c. Elemen
pengolah (processors)
d. Elemen
kerja (actuators)
2.4.2.
Selonoid
Solenoid valve merupakan katup yang
dikendalikan dengan arus listrik baik AC maupun DC melalui kumparan/selenoida.
Solenoid valve ini merupakan elemen kontrol yang paling sering digunakan dalam
sistem fluida. Seperti pada sistem pneumatik, sistem hidrolik ataupun pada
sistem kontrol mesin yang membutuhkan elemen kontrol otomatis.
Banyak sekali jenis-jenis dari
solenoid valve, karena solenoid valve ini di desain sesuai dari kegunaannya.
Mulai dari 2 saluran, 3 saluran, 4 saluran dan sebagainya. Contohnya pada
solenoid valve 2 saluran atau yang sering disebut katup kontrol arah 2/2.
Memiliki 2 jenis menurut cara kerjanya, yaitu NC dan NO. Jadi fungsinya hanya
menutup / membuka saluran karena hanya memiliki 1 lubang inlet dan 1 lubang
outlet. Atau pada solenoid 3 saluran yang memiliki 1 lubang inlet , 1 lubang
outlet ,dan 1 exhaust/pembuangan. Dimana lubang inlet berfungsi sebagai
masuknya fluida, lubang outlet berfungsi sebagai keluarnya fluida dan exhaust
berfungsi sebagai pembuangan fluida/cairan yang terjebak. Dan selenoid 3
saluran ini biasanya digunakan atau diterapkan pada aktuator pneumatik(
cylinder kerja tunggal).
Solenoid valve akan bekerja bila
kumparan/coil mendapatkan tegangan arus listrik yang sesuai dengan tegangan
kerja(kebanyakan tegangan kerja solenoid valve adalah 100/200VAC dan kebanyakan
tegangan kerja pada tegangan DC adalah 12/24VDC). Dan sebuah pin akan tertarik
karena gaya magnet yang dihasilkan dari kumparan selenoida tersebut. Dan saat
pin tersebut ditarik naik maka fluida akan mengalir dari ruang C menuju ke
bagian D dengan cepat. Sehingga tekanan di ruang C turun dan tekanan fluida
yang masuk mengangkat diafragma. Sehingga katup utama terbuka dan fluida
mengalir langsung dari A ke F. Untuk melihat penggunaan solenoid valve pada
sistem pneumatik.
2.4.3.
Sensor
Beban
Sensor adalah jenis tranduser yang
digunakan untuk mengubah besaran mekanis, magnetis, panas, sinar, dan kimia
menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor sering digunakan untuk pendeteksian
pada saat melakukan pengukuran atau pengendalian. Contoh dari sensor yaitu
sensor beban (Loadcell).
Loadcell adalah sebuah alat uji perangkat listrik yang dapat
mengubah suatu energi menjadi energi lainnya yang biasa digunakan untuk
mengubah suatu gaya menjadi sinyal listrik. Pada strain guage (loadcell) atau biasa disebut dengan
deformasi strain gauge. The strain gauge mengukur
perubahan yang berepengaruh pada strain sebagai sinyal
listrik, karena perubahan efektif terjadi pada beban hambatan kawat listrik.
2.4.4.
Hopper
Hopper
merupakan komponen tambahan atau koomponen pendukung dari sistem belt conveyor. Hopper sendiri berfungsi sebagai tempat untuk menampung material
yang dibawa oleh belt connveyor.
Curved conveyor belts are often custom designed and available in different styles and widths. Flat belts, v-belts, magnetic belts, trough belts and rubber conveyor belts are commonly available styles. rodillos cinta transportadora
ReplyDelete