Sifat-sifat Umum Pada Alat Ukur

BAB II
SIFAT UMUM ALAT UKUR

2.1.    Sifat Alat Ukur Dan Istilahnya
            Karena alat ukur dibuat oleh manusia, maka ciri utama alat ukur adalah ketidak sempurnaan. Meskipun alat ukur direncanakan dan dibuat dengan cara yang paling seksama, ketidak sempurnaan tidak bisa dihilangkan sama sekali dan hanya dalam batas-batas tertentu mereka dianggap sebagai cukup baik untuk digunakan dalam suatu proses pengukuran. Untuk menyatakan sifat-sifat alat ukur digunakan beberapa istilah teknik. Beberapa istilah yang akan dibahas antara lain  adalah kepekaan, kemudahan baca, histeriisis, kapasifan, kestabilan nol dan pengembangan.
·           Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan adalah kemampuan alat ukur untuk merasakan suatu perbedaan yang relatif kecil dari harga yang diukur.
Misalnya dua alat ukur yang sejenis A dan B diguanakan untuk memeriksa perbedaan panjang yang relatif kecil, apabila alat ukur A lebih jelas menunjukkan perbedaan tersebut pada skalanya dari pada alat ukur B, maka dikatakan alat ukur A lebih peka (sensitif) dari pada alat ukur B. kepekaan suatu alat ukur ditentukan oleh mekanisme pengubahnya dan harganya dapat diketahui dengan cara membuat grafik antara harga yang diukur dengan pembacaan skala
Dalam segala hal dikehendaki suatu hubungan yang linear antara penunjukkan dan harga yang diukur. Oleh karena itu skala pada alat ukur hanya dibuat sepanjang daerah yang linear dan diluar itu mungkin hubungan tersebut tidak lagi (karena konstruksi alat ukur tidak memungkinkan untuk mendapatkan daerah kerja yang sangat lebar).

Gambar 2.1. Kepekaan suatu Alat Ukur
·           Kepasifan (Passivity)
Kepasifan adalah situasi dimana perbedaan/ perubahan kecil yang dirasakan sensor tidak mempengaruhi penunjukkan jarum penunjuk Jarum penunjuk tetap diam.
            Kepasifan yang tidak pada alat ukur mekanis disebabkan oleh pengaruh kelembaman, misalnya pegas pada alat ukur tersebut tidak elastis sempurna. Kapasitas dapat pula diartikan sebagai kelambatan alat ukur untuk bereaksi  atas adanya perubahan yang dirasakan oleh sensor. Kerugian seperti  ini dapat dialami oleh alat ukur pneumatis dengan sistem tekanan balik, yaitu apabila pipa elastis yang menghubungkan sensor dengan ruang perantara terlalu panjang. Karena volume udara (yang diukur tekanannya) terlalu besar, maka pengaruh kompresibilitas dari udara menjadi terasa, akibatnya reaksi dari barometer menjadi lambat.
·           Pergesaran (Shifting, Drift)
Pergeseran adalah kondisi dimana terjadi perubahan harga ditunjukkan jarum penunjuk, tetapi sesungguhnya sensor tidak mengisyaratkan suatu perubahan. Keadaan ini sering dialami oleh alat ukur dengan pengubah elektris, dimana suatu perubahan temperatur (di dalam alat ukur tersebut) dapat mempengaruhi sifat-sifat dari komponen elektroniknya yang sudah tua.
·           Kestabilan Nol (Zero Stability)
Suatu alat ukuar dikatakan memiliki kestabilan nol yang jelak bila jarum penunjuk alat ukur tersebut tidak kembali ke posisi semula saat benda ukur dilepas (dimana saat awal, yaitu sebelum mengukur, jarum setelah diset nol).
            Keadaan ini sangat erat hubungannya dengan histerisis, yang antara lain disebabkan oleh keausanpd mekanisme penggerak jarum penunjuk
·           Kemudahan Baca (Readability)
Kemudahan baca adalah kemampuan sistem penunjukkan alat ukur untuk memberikan suatu angka yang jelas dan berarti.
Kemudahan baca suatu alat ukur dapat ditingkatkan dengan membuat skala nonius dan/ atau membuat garis-garis skala yang tipis dengan jarak yang kecil serta jarum penunjuk yang tipis. Tetapi pembuatan skala memungkinkan kesalahan baca, halini yang menjadi alasan mengapa sistem penunjuk digital elektronis akhir-akhir ini menggeser kedudukan sistem penunjuk skala dengan jarum atau garis indeks.
·           Histerisis
Histerisis adalah penyimpangan yang timbul saat dilakukan pengukuran secara kontinyu dari dua arah yang berlawanan yaitu mulai dari skala nol hingga skala maksimum kemudian diulangi dari skala maksimum sampai skala nol.
Bila suatu jarum ukur digunakan untuk mengukur ketinggian kontinyu bertambah dan pembacaan diulang pada arah yang berlawanan (kontinyu menurun), kemudian kita gambarkan kesalahannya. Yaitu penyimpangan penunjukkan jam ukur terhadap tinggi sebenarnnya sebagai sumbu tegak dan harga sebenarnya sebagai sumbu datar, maka kemungkinan akan diperoleh bentuk kurva pada pembacaan naik akan berimpit dengan kurva pada pembacaan turun. Pada pengukuran ini terjadi histerisis yang disebabkan karena sewaktu bergerak ke atas, poros akan melawan gaya gesekan serta gaya pegas (dari jam ukur), sedang sewaktu bergerak turun poro menerima gaya pegas dan melawan gesekan.
Supaya histerisis tidak terjadi, gesekan pada poros dengan bantalannya harus diperkecil sehingga pengaruhnya dapat diabaikan. Pengaruh histerisis dapat diperkecil bila pengukuran dilakukan sedemikian rupa sehingga hanya sebagian kecil dari skala alat ukur yang digunakan. Inilah alasanya mengapa sewaktu melakukan pengukuran dengan cara tak langsung tinggi dari alat ukur standar (susunan blok ukur) kurang lebih harus dibuat sama dengan tinggi dari obyek ukur. Sehingga selisis ketinggian yang ditunjukkan oleh komperator sedikit (dalam beberapa mikron)

Gambar 2.2. Histerisis pada waktu megkalibarasi jam ukur

·           Pengembangan (Floating)
Pengembangan terjadi apabila jarum penunjuk selalu berubah posisinya (bergetar) atau angka terakhir/paling kanan dari penunjuk digital berubah-ubah
Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan yang kecil yang dirasakan sensor yang kemudian diperbesar oleh bagian pengubah alat ukur. Semakin peka alat ukur, kemungkinan terjadinya pengambangan sewaktu proses pengukuran berlangsung adalah besar.
Penunjuk digital dimaksudkan untuk mempermudah pembacaan dan megnhindari kesalahan pembacaan seperti yang sering terjadi pada pembacaan suatu harga melalui skala dengan garis indeks atau jarum penunjuk. Dengan diperlengkapinnya suatu alat ukur dengan penunjuk digital bukan berarti menaikkan kepekaan alat ukur tersebut, sebab kepekaan alat ukur adalah tergantung atas konstruksi bagian pengubahnya. Dari pembahasan di atas, maka dapat didefinisikan dua istilah yang penting dalam pengukuran yaitu ketelitian dan ketapatan.
·           Ketelitian (Accuracy)
Ketelitian adalah kemampuan proses pengukur untuk menunjukkan harga yang sebenarnya. Harga sebenarnya tidak pernah diketahui, yang dapat ditentukan hanyalah harga pendekatan atau yang disebut dengan harga yang dianggap benar. Perbedaan antara harga yang diukur dengan harga yang diukur dengan harga yang diangap benar disebut kesalahan sistematis (systematic error). Semakin kecil kesalahannya, maka proses pengukuran dikatakan semakin teliti.
·           Ketepatan (Precision, Repeatability)
Ketepatan adalah kemampuan proses pengukuran untuk menunjukkan hasil yang sama dari pengukuran yang dilakukan berulang dan identik
Hasil pengukuran selalu akan terpencar di sekitar harga rata-rata. Semakin dekat harga-harga tersebut dengan harga rata-ratanya, maka proses pengukuran tersebut dapat dikatakan mempunyai ketepatan yang tinggi. Ukuran yang dipakai untuk menyatakan ketepatan adalah besarnya kesalahan rambang (random error).
2.2.    Penyimpangan/ Kesalahan Proses Pengukuran
            Pengukuran adalah merupakan proses yang mencakup tiga bagian yaitu benda ukur, alat ukur dan pengukur (orang). Karena ketidak sempurnaan dari masing-masing bagian ini maka tidak satupun pengukuran yang memberikan ketelitian yang absolut. Kesalahan akan selalu ada, yaitu perbedaan antara hasil pengukur dengan harga yang dianggap benar. Setiap pengukuran mempunyai ketidak telitian (kesalahan) yang berbeda, bergantung pada kondisi alat ukur, benda ukur, metode  pengukuran dan kecakapan si pengukur. Apabila suatu pengukur dilakukan secara berulang, maka hasil dari setiap pengukuran tersebut tidak selalu tepat sama. Hasil pengukuran tersebut akan terpencar di sekitar harga rata-ratannya.
·           Penyimpangan yang Bersumber Dari Alat Ukur
Untuk menghindari kesalahan yang bersumber dari alat ukur, maka alat ukur yang akan digunakan harus dikalibrasi. Di samping kesalahan yang diakibatkan oleh keausan bidang kontak (sensor) yang menyebabkan terjadinya kesalahan sistematik, maka kesalahan lain yang mungkin terjadi adalah histeris, kepasifan, pergeseran dan kestabilan nol. Sedangkan kesalahan rambang dapat diketahui dengan melakukan pengukuran yang berulang dan identik (paling sedikit 20 kali)
·           Penyimpangan yang Bersumber Dari Benda Ukur
Tekanan kontak dari sensor alat ukur atau berat benda ukur sendiri akan mengakibatkan beban yang pada akhirnya menyebabkan benda ukur yang elasitis akan terdeformasi (berubah bentukny). Adanya deformasi ini yang mengakibatkan kesalahan pembacaan sensor alat ukur yang mempengaruhi hasil pengukuran secara langsung.
Suatu pengukuran dengan menggunakan alat ukur sensor mekanis akan memberikan suatu tekanana tertentu pada permukaan obyek ukur. Beberapa alat ukur misalnya mikrometer dapat menyebabkan suatu deformasi pada permukaan obyek ukur yang relatif luank (aluminium) ataupun lenturan pada diameter silinder dengan dinding yang relatif tipis. Oleh karena itu pada mikrometer selalu diperlengkapi suatu alat yang disebut dengan pembatas momen putar yang berfungsi untuk menjaga tekanan pengukuran sekecil mungkin dan konstan. Jika kondisi benda ukur ini sedemikian kritisnya, maka gunakan alat ukur dengan sensor optis ataupun pneumatis.
·           Penyimpangan Yang Bersumber Dari Pengukur
Dua orang yang melakukan pengukuran secara bergantian dengan menggunakan alat ukur dan benda ukur kondisi lingkungan yang dianggap sama (tak berubah) akan menghasilkan data yang berbeda. Sumber dari perbedaan ini dapat berasal dari cara mengukur, pengalaman data yang berbeda. Sumber dari perbedaan ini dapat berasal dari cara mengukur, pengalaman dan keahlian serta kemampuan masing-masing pengukur. Mengukur adalah suatu pekerjaan yang memerlukan kecermatan, dengan demikian orang yang melakukan pengukuran harus:
·           Memiliki pengalaman praktek yang didasari penguasaan pengetahuan tentang pengukuran
·           Mengetahui sumber-sumber penyimpangan yang mungkin terjadi dan tahu bagaimana cara mengeliminir (mengurangi pengaruhnya sampai sekecil mungkin) sehingga pengaruhnya terhadap hasil pengukuran dapat diabaikan.
·           Memiliki dasar-dasar pengetahuan alat ukur, cara kerja alat ukur, cara pengukuran, cara mengkalibrasi dan memelihara alat ukur.
·           Sadar bahwa hasil pengukur adalah sepenuhnya merupakan tanggung jawab.
·           Penyimpangan yang Bersumber Dari Posisi Pengukuran
Prinsip ABBE menyatakan bahwa garis pengukur harus berimpit dengan garis dimensi. Kesalahan posisi pengukur dapat mengakibatkan garis pengukuran membentuk sudut sebesar q dengan garis dimensi sehingga terjadi kesalahan yang disebut  dengan kesalahan kosinus (cosine error). Penggunaan mikrometer dengan posisi pengukuran yang salah dapat mengakibatkan kombinasi kesalahan kosinus dan kesalahan sinus (sine error).


Gambar 2.3. Kesalahan Kosinus dan Sinus

0 Response to "Sifat-sifat Umum Pada Alat Ukur"